REPUBLIK MALUKU SELATAN
Pemerintah darurat

Surat untuk Filippo Grandi, Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi

21 Ogos 2022

Pemerintah RMS mohon dari Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi, Filippo Grandi , untuk melakukan semuanja segera mengakhiri situasi dari pengungsi jang tidak manusiawi dari negeri Kariu pulau Haruku. Salinan surat ini telah dikirim kepada Palang Merah Internasional dan Presiden Republik Indonesia.

Setengah tahun jang lalu negeri Kariu hampir seluruhnja dibakar oleh penduduk negeri tetangga Pelauw. Sebagian besar dari harta benda mereka telah hilang. Begiti djuga pohon-pohon tjengkeh dan mata pentjaharian lainnja.

Sebanjak 1243 pengungsi akan diterima oleh negeri Aboru mulai akhir Januari tahun ini dan sekarang tinggal di tenda-tenda tanpa sumber pendapatan. Keadaan mereka tidak manusiawa di mana ada kekurangan besar makanan dan obat-obatan.

Para pengungsi hanja mempunjai satu keinginan dan itu adalah untuk selekas mungkin kembali ke negeri mereka Kariu. Walaupun keinginan ini berulang kali diutjapkan, pemerintah Indonesia jang bertanggung djawab belum mengambil tindakan, maupun Ambon maupun Jakarta.

Menurut pendapat pemerintah RMS maka pemerintah pusat RI melakukan pelanggaran hak asasi manusia jang berat. Pendapat ini dibagikan setjara luas oleh organisasi-organisasi hak asasi manusia baik di dalam maupun di luar Indonesia.

Komisaris Tinggi PBB untuk pengungsi didesak untuk memastikan bahwa

  • Para pengungsi Kariu diberikan perawatan kemanusiaan oleh Republik Indonesia
  • Para pengungsi Kariu segera dipulangkan ke negeri Kariu dan mereka mendapat perlindungan jang diperlukan di sana untuk bisa hidup dengan aman.
  • Kerusakan jang disebabkan akan dikompensasikan oleh Republik Indonesia sehingga warga dapat membangun kehidupan baru.

Djika Republik Indonesia tidak mau atau tidak mampu mereka diminta untuk mengandjurkan bahwa para pengungsi Kariu – setidaknja mereka jang ingin – mendapat tempat perlindungan jang aman di salah satu negara jang telah menandatangani Perjanjian Pengungsi PBB tahun 1951.

Dalam pengantar surat pemerintah RMS mendjelaskan kenapa mereka mengekspresikan diri tentang masalah Kariu dan untuk apa mereka berpaling kepada Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi. Setjara singkat mereka mempertimbangkan legitimasi proklamasi RMS pada tanggal 25 April 1950 dan menurut Hukum Internasional, RMS masih eksis.

Pemerintah RMS menganggap warga wilajah RMS sebagai warga negaranja. Meskipun setjara de facto Republik Indonesia sebagai penguasa pendudukan – membebankan kewarganegaraan Indonesia kepada mereka – tidak mengubah hal ini.

Pemerintah RMS ingin menekankan bahwa surat itu tidak dimaksudkan untuk memihak dalam konflik antara dua negeri jang terlibat Kariu dan Pelauw. Pemerintah RMS memang menganggapnja sebagai tanggung djawab di mana Republik Indonesia melanggar hak asasi manusia – terlepas dari latar belakang warganja dan penjebab konflik – untuk mengatasi pelanggaran ini.